BLORA, (blora-ekspres.com) – Jembatan penghubung yang berada di ruas jalan Trembulrejo – Randualas, tepatnya di Desa Talokwohmojo, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora, menjadi perhatian serius warga setempat.
Pasalnya, jembatan yang selama ini menjadi akses utama warga itu kini dalam kondisi rawan longsor dan telah ditutup untuk kendaraan roda empat.
Kepala Desa Talokwohmojo, Ernawan, mengungkapkan bahwa kondisi tanah di sekitar pondasi jembatan mulai terkikis akibat derasnya aliran sungai. Erosi tersebut membuat struktur jembatan tidak lagi aman dilalui kendaraan besar.
“Tanah di sekitar pondasi jembatan sudah mulai terkikis dan sangat rawan mengalami longsor. Untuk sementara, kami hanya izinkan kendaraan roda dua yang melintas. Itu pun harus ekstra hati-hati,” ujar Ernawan melalui sambungan seluler, Minggu (08/06/2025).
Sebagai langkah antisipasi, warga bersama pemerintah desa serta pihak terkait telah memasang papan peringatan di kedua ujung jembatan.
Hal ini dilakukan demi mencegah terjadinya kecelakaan, mengingat jembatan tersebut merupakan jalur vital yang digunakan setiap hari oleh masyarakat, termasuk anak-anak sekolah.
“Kami sudah pasang peringatan dan menutup akses untuk mobil. Ini untuk keselamatan bersama. Jembatan ini sangat penting karena menjadi jalur utama masyarakat menuju sekolah, pasar, dan aktivitas lainnya,” tambah Ernawan.
Kekhawatiran terhadap kondisi jembatan semakin meningkat seiring tingginya curah hujan dalam beberapa pekan terakhir. Air sungai yang mengalir deras di bawah jembatan dikhawatirkan akan semakin memperparah erosi dan membuat pondasi jembatan amblas.
Dian Agus, salah satu warga yang kerap melintasi jembatan tersebut, mengungkapkan rasa cemasnya. Ia menyebutkan bahwa dalam kondisi seperti ini, masyarakat terpaksa memutar arah jika hendak bepergian menggunakan kendaraan roda empat.
“Kami sangat khawatir. Apalagi sekarang musim hujan, air sungai naik, dan tanah di sekitar jembatan sudah mulai runtuh. Kalau sampai putus total, akses kami bisa terganggu berat,” kata Dian.
Lebih lanjut, Dian menambahkan bahwa jika jembatan benar-benar tak bisa dilewati, warga harus menempuh rute alternatif yang memakan waktu dan jarak lebih jauh.
“Kalau ditutup total, kami harus memutar sekitar lima kilometer untuk sampai ke jalan utama. Tentu ini menyulitkan, apalagi bagi anak-anak sekolah dan petani yang membawa hasil panen,” ujarnya.
Warga berharap pemerintah kabupaten segera turun tangan untuk melakukan perbaikan sebelum kondisi jembatan semakin parah dan memutus akses vital masyarakat. Selain memperbaiki jembatan, mereka juga meminta agar dilakukan penguatan struktur tanah di sekitar pondasi agar tidak mudah tergerus air.***