Scroll untuk baca artikel
Bupati Blora
Bupati Blora
Example floating
AdvertorialBeritaHL

Blora Kembali Perjuangkan Hak DBH Migas

×

Blora Kembali Perjuangkan Hak DBH Migas

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, (blora-ekspres.com) – Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Blora, Tri Yuli Setyowati, bersama jajaran Pemkab Blora menghadiri undangan rapat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membahas proporsi pembagian DBH bagi Kabupaten Blora, Rabu (02/10/2024).

Rapat tersebut dipimpin oleh Direktur Fasilitasi Transfer dan Pembiayaan Utang Daerah, Sumule Tumbo dan dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) fokus pada upaya Pemkab Blora untuk mendapatkan bagian DBH yang lebih adil, sebagaimana diamanatkan dalam regulasi Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Perjuangan Pemkab Blora ini mencerminkan komitmen kuat untuk mendapatkan keadilan dalam pembagian DBH, terutama mengingat dampak yang dialami daerah akibat kedekatan dengan lokasi eksplorasi Migas Blok Cepu. Dengan koordinasi lintas kementerian dan lembaga, diharapkan Blora dapat memperoleh proporsi DBH yang lebih adil di masa mendatang

Mbak Etik, sapaan akrab Plt Bupati Blora menekankan, Pemkab Blora telah memperjuangkan hal ini sejak Juni 2024, mengacu pada peraturan terbaru yang mengatur pembagian DBH.

Menurut Mbak Etik, posisi strategis Blora sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil Migas, yaitu Bojonegoro, dan risiko eksternalitas negatif yang ditimbulkan harus menjadi pertimbangan penting dalam penentuan proporsi pembagian.

“Blora berbatasan langsung dengan wilayah penghasil Migas, namun selama ini kami belum mendapatkan porsi DBH yang sepadan. Kami menghadapi berbagai dampak lingkungan dan sosial akibat eksplorasi ini, seperti pencemaran udara dan penurunan kualitas air. Maka, kami berharap pemerintah pusat dapat memberikan keadilan dalam pembagian DBH ini,” ungkap Mbak Etik.

Rapat ini menjadi kali kelima Pemkab Blora melakukan audiensi dengan kementerian terkait untuk mencari solusi yang tepat.

Salah satu dasar yang digunakan dalam diskusi tersebut adalah Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2023 yang menyebutkan bahwa alokasi untuk kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil Migas harus memperhitungkan tingkat eksternalitas negatif yang dialami.

Praktisi Migas asal Blora, Gunawan Hendro turut menyoroti posisi Kabupaten Blora yang memiliki jarak perbatasan paling dekat dengan kepala sumur di Bojonegoro dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur, seperti Tuban, Lamongan, hingga Madiun dan Ngawi.

Ia menilai, panjang perbatasan yang dimiliki Blora berbanding lurus dengan dampak eksternalitas negatif yang dirasakan, seperti pencemaran udara dan penurunan volume air Sungai Bengawan Solo.

“Blora memiliki posisi geografis yang paling dekat dengan kepala sumur di Bojonegoro. Hal ini menempatkan Blora dalam posisi rentan terhadap dampak negatif eksplorasi, seperti pencemaran dan pengurangan sumber daya air yang penting bagi masyarakat,” ujar Gunawan.

Menanggapi hal ini, Imam Djoko dari Kementerian Keuangan menyatakan bahwa perhitungan eksternalitas negatif dalam pembagian DBH harus melibatkan banyak pihak, termasuk Bappenas dan kementerian terkait. Ia menegaskan bahwa Kementerian Keuangan akan merumuskan skema pembagian, namun pengumpulan data teknis mengenai jarak dan eksternalitas negatif harus diserahkan kepada kementerian yang berwenang.

“Kementerian Keuangan akan bertanggung jawab dalam merumuskan pembagian DBH, tetapi pengumpulan data teknis seperti jarak dan dampak lingkungan harus dikoordinasikan dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Lingkungan Hidup,” jelas Imam Djoko.

Ia juga menambahkan bahwa perlu ada koordinasi yang jelas mengenai siapa yang akan memimpin pengumpulan data dan bagaimana proses verifikasi serta validasi data tersebut dilakukan.

“Kita harus menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk memimpin pengumpulan data ini, dan setelah data terkumpul, harus diverifikasi dan divalidasi oleh pihak berwenang,” tambahnya.

Direktur BPKP turut menegaskan pentingnya peran Kementerian Lingkungan Hidup dalam perhitungan eksternalitas negatif ini. Menurutnya, Kementerian Lingkungan Hidup memiliki tanggung jawab utama dalam pengumpulan dan verifikasi data yang berkaitan dengan dampak lingkungan dari aktivitas Migas.

“Perhitungan eksternalitas negatif sangat krusial dalam menentukan pembagian DBH yang adil. Kementerian Lingkungan Hidup harus menjadi pihak yang memimpin dalam pengumpulan data terkait jarak dan dampak lingkungan yang dialami oleh Blora,” kata Direktur BPKP.

Di akhir rapat, Sumule Tumbo memastikan bahwa akan ada rapat koordinasi lebih lanjut dengan kementerian terkait untuk memastikan bahwa data dan variabel yang digunakan dalam penentuan persentase DBH bagi Kabupaten Blora sudah tepat dan akurat.

“Kami akan melaksanakan rapat lanjutan untuk memastikan bahwa semua data yang relevan telah terkumpul dan variabel yang digunakan dalam perhitungan pembagian DBH ini sudah sesuai. Ini penting agar Blora mendapatkan bagian yang adil,” tegas Sumule Tumbo.***

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *