BANDUNG, (blora-ekspres.com) – Desa Doudo di Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, beberapa tahun lalu terkenal sebagai desa yang mengalami kesulitan air. Warga hanya bergantung pada telaga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mandi, minum, mencuci, dan keperluan sanitasi umum. Namun, ketika musim kemarau datang, telaga ini sering mengering, menyebabkan krisis air yang serius.
“Kami harus berjalan jauh ke desa tetangga atau membeli air dengan harga tinggi saat kemarau tiba. Kondisi ini sangat menyulitkan,” ujar Kepala Desa Doudo saat menjadi Lokal Hero Regional Timur dalam acara Media Gathering Energizing Media Inspiring Change yang digelar Pertamina di Hotel Four Point Bandung, Minggu-Selasa (2-5/06/2024).
Sutomo juga mengenang masa-masa sulit tersebut. Kekurangan air ini juga menimbulkan masalah kesehatan, seperti wabah muntaber dan demam berdarah akibat kurangnya kebersihan.
Pada puncaknya, pada Agustus 2007, Desa Doudo mengalami kekeringan ekstrem. Kondisi telaga yang kering memaksa warga untuk mencari sumber air lain dengan segala cara.
“Situasi ini benar-benar membuat kami putus asa,” terang Sutomo.
Selaku Kepala Desa Doudo, Sutomo tidak ingin berpasrah diri. Ia bertekad untuk mencari solusi bagi warganya.
“Saya tidak ingin melihat warga terus menderita. Kami harus menemukan sumber air yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata Sutomo dengan semangat.
Dengan harapan yang tinggi dari penduduk desa, Sutomo mulai mencari sumber air di luar permukiman. Beruntung, di perbatasan desa ditemukan mata air.
“Penemuan mata air ini adalah titik balik bagi kami,” ujar Sutomo.
Pada tahun 2008, dengan bantuan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gresik, desa Doudo melakukan pengeboran sumur pertama. Aliran air bersih mulai mengalir ke rumah-rumah warga, memberikan harapan baru.
“Air bersih ini benar-benar mengubah hidup kami. Kami tidak perlu lagi khawatir kekurangan air,” kata Sutomo.
Pada tahun 2017, Pertamina EP Asset 4 Field Poleng memberikan bantuan berupa pompa untuk memperluas akses air bersih. Sejauh ini, empat sumur telah dibangun di Doudo, dengan satu sumur tambahan masih dalam proses pengerjaan.
“Sekarang, semua penduduk Doudo, sekitar 398 kepala keluarga, sudah mendapatkan akses air bersih. Kekeringan tidak lagi menghantui kami,” jelas Sutomo dengan bangga.
Dalam memanfaatkan air, warga desa Doudo memprioritaskan kebutuhan air minum terlebih dahulu. Setelah kebutuhan dasar ini terpenuhi, air digunakan untuk kebutuhan lain seperti mandi, mencuci, dan pertanian.
“Kami membiasakan mencuci tangan dengan sabun dan menggunakan air secara bijak untuk kegiatan harian,” ungkap Sutomo.
Dengan produksi air yang melimpah, Desa Doudo bahkan dapat membagikan airnya ke desa-desa tetangga seperti Sekapuk dan Wotan.
“Ini adalah bentuk solidaritas kami. Kami tahu betapa sulitnya hidup tanpa air bersih,” kata Sutomo.
Desa Doudo juga memiliki visi untuk menjadi Edu Green Village, yang menggunakan air untuk menata lingkungan. Di beberapa titik, terdapat lima keran air nonberbayar di setiap RT yang bisa digunakan warga kapan saja.
“Kami menyebutnya air sosial. Air ini kami berikan secara cuma-cuma untuk kebutuhan sehari-hari dan menyiram tanaman,” jelas Sutomo.
Setiap sore, warga menggunakan air dari keran ini untuk menyiram tanaman di pekarangan rumah. Setiap rumah di Doudo diwajibkan menanam tumbuhan, menjadikan desa ini hijau dan asri.
“Ini membuat lingkungan kami lebih sehat dan indah,” tandas Sutomo.
Desa Doudo juga memiliki kampung tematik berbasis lingkungan, seperti Kampung Sayur, Kampung 3R (Reuse, Reduce, Recycle), dan Kampung Aloe Vera.
“Inisiatif ini membantu kami dalam menjaga lingkungan dan mengajarkan pentingnya kelestarian alam kepada anak-anak,” kata Sutomo.
Dengan berbagai upaya tersebut, Desa Doudo berhasil mencapai target 100-0-100: 100% warga mengakses air bersih, tidak ada kekumuhan (0%), dan 100% penduduk memiliki sistem sanitasi yang baik. Transformasi ini menjadikan Doudo sebagai inspirasi bagi daerah lain dan kerap dijadikan desa percontohan.
“Kami sering dikunjungi oleh perwakilan dari desa-desa lain yang ingin belajar dari pengalaman kami,” kata Sutomo.
Doudo kini telah meraih berbagai kompetisi lingkungan, termasuk juara dalam Indonesia Green Awards (IGA) 2018 kategori Penyelamatan Sumber Daya Air dengan program ‘Mata Air Desaku’ dan Program Kampung Iklim (ProKlim) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Keberhasilan ini adalah hasil kerja keras dan semangat gotong royong seluruh warga. Dan kami berharap Desa Doudo bisa terus menjadi inspirasi bagi desa-desa lain dalam mencapai keberlanjutan dan kesejahteraan melalui pengelolaan sumber daya alam yang bijak,” tegas Sutomo.
Transformasi Desa Doudo dari desa yang mengalami kesulitan air menjadi desa yang mandiri dan berkelanjutan adalah bukti bahwa dengan tekad dan kerja keras, tantangan sebesar apapun dapat diatasi.
Kini, Doudo berdiri sebagai simbol ketahanan dan inovasi dalam pengelolaan air bersih dan lingkungan yang berkelanjutan.***