BLORA, (blora-ekspres.com) – Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto, menyatakan dukungannya terhadap langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora untuk mengajukan Judicial Review (JR) terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Menurut Siswanto, langkah ini penting agar Kabupaten Blora mendapatkan porsi Dana Bagi Hasil (DBH) Migas yang lebih besar, terutama dari konsesi Blok Cepu.
Siswanto menjelaskan bahwa berdasarkan peta geologi, Blok Cepu terbagi ke dalam tiga wilayah, yakni Bojonegoro sebesar 64 persen, Blora 34 persen, dan Tuban 2 persen.
Oleh karena itu, Siswanto menilai bahwa pembagian DBH tidak seharusnya hanya berdasarkan mulut sumur, melainkan juga mempertimbangkan wilayah geologi penghasil migas.
“Kami menilai bahwa Blora berhak mendapatkan DBH lebih besar. Saat ini, DBH yang diterima Blora hanya sekitar Rp120 miliar per tahun. Padahal, jika kita masuk dalam kategori daerah penghasil, jumlahnya bisa meningkat drastis, mencapai antara Rp600 miliar hingga Rp1 triliun per tahun,” ujar Siswanto, Selasa (21/01/2024).
Lebih lanjut, Siswanto menegaskan, Kabupaten Blora memiliki peran strategis dalam sektor energi nasional. Oleh karena itu, Siswanto berharap pemerintah pusat mendukung eksplorasi dan eksploitasi sumur-sumur minyak yang ada di Blora agar lifting minyak dan gas semakin meningkat.
“Kami berharap pemerintah pusat dapat lebih mendorong eksplorasi sumur-sumur migas di Blora. Jika lifting minyak dan gas meningkat, tentu pendapatan negara juga bertambah, begitu pula dengan DBH untuk daerah,” tutur Siswanto.
Siswanto juga menekankan, peningkatan produksi migas di Blora tidak hanya berdampak pada pendapatan daerah, tetapi juga mendukung ketahanan energi nasional.
“Jika produksi migas dari Blok Cepu dan wilayah Blora semakin besar, maka Indonesia akan semakin mandiri dalam hal energi. Kabupaten Blora akan menjadi salah satu daerah yang berkontribusi besar dalam kemandirian energi nasional,” tegas Siswanto.
Saat ini, terang Siswanto, Blora hanya dikategorikan sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil migas, dalam hal ini Bojonegoro. Status ini menyebabkan porsi DBH yang diterima Blora jauh lebih kecil dibandingkan Bojonegoro.
Siswanto berharap melalui Judicial Review ini, status Blora bisa ditingkatkan menjadi daerah penghasil migas, sehingga alokasi DBH yang diterima lebih besar dan sepadan dengan potensi yang dimilikinya.
“Kami akan terus mendorong agar Blora masuk dalam kategori daerah penghasil migas, bukan hanya daerah yang berbatasan langsung. Dengan begitu, DBH yang kita terima bisa lebih adil dan sesuai dengan kontribusi Blora terhadap industri migas nasional,” pungkas Siswanto.***