BLORA, (blora-ekspres.com) – Kasus pembunuhan sadis yang menewaskan Muslikin (45) dan anaknya, SKP (9), di Dusun Wangil, Desa Sambonganyar, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora, Jumat (21/02/2025) malam akhirnya menemui titik terang.
Satreskrim Polres Blora berhasil menangkap MK (35), tersangka utama dalam kasus ini, di Bandara Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (25/02/2025) setelah mencoba melarikan diri.
Penangkapan ini membawa sedikit kelegaan bagi keluarga korban yang masih diselimuti duka. Maspupah, istri Muslikin sekaligus ibu dari SKP, mengungkapkan kronologi malam nahas tersebut.
Kasus ini diduga dipicu oleh perselisihan lama antara keluarga korban dan tersangka. Maspupah menjelaskan bahwa konflik bermula dari masalah kepemilikan pohon jati milik ibunya.
“Awalnya ibu saya menjual beberapa pohon jati besar ke tersangka. Pohon itu sudah ditebang dan dijual olehnya. Tapi beberapa bulan kemudian, ketika pohon jati lainnya mulai besar, ibu saya menyumbangkannya ke mushola. Ternyata tersangka tidak terima,” tutur Maspupah kepada wartawan di rumahnya, Senin (03/03/2025).
Menurutnya, tersangka merasa keberatan karena pohon yang disumbangkan bukan tanah pekarangan rumah.
“Dia pernah bilang, ‘Kenapa yang disumbangkan kok jatinya? Kenapa bukan tanah pekarangan rumah?’ Saya langsung jawab, ‘Kamu ini siapa kok mengatur harta ibuku?’” kenang Maspupah.
Cekcok tersebut diduga semakin memanaskan hubungan antara keluarga korban dan tersangka. Bahkan, Maspupah mengaku pernah menerima pesan singkat berisi ancaman dari MK sebelum kejadian nahas itu terjadi.
“Dalam pesannya dia bilang, ‘Harus ada yang mati salah satu.’ Setelah saya baca, pesan itu langsung dihapus. Saya tidak menyangka kalau ancaman itu benar-benar terjadi,” ungkapnya.
Maspupah juga menjelaskan, selain masalah jati ibunya juga pernah cekcok dengan tersangka masalah jual beli tanah.
“Selain masalah jati, ibu saya juga pernah cekcok dengan tersangka soal jual beli tanah,” ujar Maspupah.
Ia menjelaskan bahwa sekitar dua atau tiga tahun lalu, ibunya menjual sebagian tanah untuk biaya berangkat umrah. Namun, niat baik itu justru menimbulkan konflik dengan MK.
“Awalnya, ibu ingin menjual tanah di sebelah utara, tetapi tersangka justru menginginkan yang di sebelah selatan. Dari situ permasalahan mulai muncul,” tuturnya.
Perselisihan tersebut membuat hubungan antara keluarganya dan tersangka semakin tegang. Ditambah lagi dengan konflik pohon jati yang membuat situasi semakin memburuk.
“Waktu itu ibu saya tetap bersikeras menjual tanah sesuai keinginannya. Mungkin dari situ tersangka mulai merasa tidak terima,” kata Maspupah.
Kronologi
Maspupah menceritakan bahwa saat kejadian, dirinya sedang membantu tetangga yang menggelar hajatan. Sementara itu, anaknya pulang ke rumah dan melihat motor sang ayah dalam kondisi ambruk.
Anak tersebut kemudian memberitahunya bahwa motor bapaknya ambruk. Saat Maspupah menanyakan keberadaan suaminya, sang anak mengaku tidak tahu.
“Saat kejadian, saya sedang membantu tetangga yang punya hajat. Anak saya pulang ke rumah dan melihat motor bapaknya ambruk. Dia bilang ke saya, ‘Bu, motor bapak ambruk.’ Saya tanya, bapak ke mana? Dia jawab tidak tahu,” kata Maspupah.
Merasa ada yang janggal, ia kembali bertanya apakah motor satunya masih ada di rumah. SKP menjawab bahwa motor tersebut masih ada, tetapi ketakutan dan mengajak ibunya pulang.
“Begitu sampai rumah, kami melihat bapaknya sudah tergeletak. Saya langsung berteriak minta tolong, anak saya lari ke depan untuk mencari bantuan warga,” ungkapnya.
Mendengar teriakan tersebut, warga bergegas berlari menghampiri istri korban. Sesampainya di depan rumah korban, warga menemukan Muslikin tergeletak di teras depan rumah dengan mulut berbusa dan tidak sadarkan diri.
Mereka segera membawa Muslikin ke dalam rumah dan berusaha memberikan pertolongan dengan cara memijat tubuh korban menggunakan minyak kampak, namun korban tetap tidak menunjukkan reaksi apapun.
“Saat para saksi coba bantu dengan memijatnya. Namun, bapaknya sama sekali tidak merespon dan keadaannya sudah sangat lemah,” ungkap Maspupah
Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh tim kesehatan, tambah Maspupah dinyatakan meninggal dunia.
Tak lama setelah itu, anaknya yang semula tampak baik-baik saja tiba-tiba terjatuh lemas dan tak berdaya. Warga, segera meminta saksi untuk memberi air dari botol air mineral kepada anaknya.
Namun, setelah anaknya meminum air tersebut, kondisi SKP justru semakin memburuk, membuat mereka panik dan segera membawanya ke Puskesmas Rowobungkul. Namun, takdir berkata lain, sesampainya di Puskesmas Rowobungkul nyawa SKP tak bisa diselamatkan.
“Saya sempat minum juga, dan rasanya pahit. Baru setelah itu warga mulai curiga kalau airnya ada yang tidak beres,” imbuhnya.
Dari kecurigaan tersebut, warga mulai menduga bahwa Muslikin dan anaknya bukan sekadar sakit biasa, melainkan korban perbuatan jahat seseorang.***